top of page
Search
  • ntdiaspora

Menikmati Indonesian Garden di Charles Darwin University



Darwin - Ada Indonesian Garden di Charles Darwin University (CDU), Darwin, Northern Territory, Australia. Taman dengan tema Indonesia menunjukkan bahwa ibukota di wilayah paling utara Australia itu ingin dekat dengan Indonesia.


Taman tropis yang kental memang terasa kala memasuki Indonesian Garden, ada rumput hijau yang terpangkas rapi bak permadani, diseling dengan batu paving di tengahnya menuju ke pendopo kayu yang menjadi pusat taman itu. Bagian depan pendopo itu berhiaskan sepasang patung kayu ukiran Asmat.


Di sekelilingnya, ada patung-patung seperti patung Dewi Saraswati, dewi ilmu pengetahuan, patung burung Garuda, hingga patung kuningan Lembuswana.


Ada tanaman-tanaman tropis khas Indonesia bergerumbul di kanan-kiri pendopo, mengitari patung-patung, baik itu tanaman keras, tanaman obat dan tanaman untuk memasak. Sebutlah tanaman famili jahe-jahean seperti lengkuas, tanaman kumis kucing hingga tanaman pandan wangi.


Di bagian belakangnya, ada sekitar 10 bangku taman panjang dari kayu jati yang diukir. Di bagian tempat duduknya ada pelat besi berukuran 10x5 cm yang terukir nama-nama yang menyumbangkan kursi kayu itu seperti "Donated by Abdurazak Family", "Donated by Tom and Kathy Ganley".


Tenang dan sejuk. Itulah kesan yang tertangkap saat duduk di bangku taman Indonesian Garden di tengah cuaca Darwin yang panas.


Taman ini mulai dibentuk tahun 2005. Sebelumnya, ada sepasang pohon Banyan besar di suatu taman bertema tropis yang miring.


"Jadi di area ini dulunya taman yang bagian dari gedung sejak 1974. Akhir 1999 ada sepasang pohon besar yang miring ke arah gedung dan dikhawatirkan roboh," tutur dosen sejarah bidang sejarah Northern Australia dengan ASEAN, Dr Steven Farram.


Steven diwawancara di Indonesian Garden, CDU, Darwin oleh detikcom dan RCTI atas undangan Australia Plus ABC International, September 2015 lalu. Akhirnya, pihak kampus memutuskan untuk memangkas pohon besar yang 'mengancam' gedung. Taman ini memang terletak di depan gedung School of Creative Arts dan gedung rektorat.


Namun setelah pohon dirobohkan, maka area itu menjadi gersang. Maka ada beberapa pihak yang mengusulkan bahwa bisa dibangun taman bertema Indonesia di situ.


"Mungkin kita bisa bangun taman Indonesia, itu (ide) dari pengajar musik. Dan kemudian mulai kerjasama dengan departemen budaya, dan tentu bicara dengan Konjen (KJRI), mencoba berbicara dengan anggota komunitas Indonesia," tutur Farram.


Yaman ini mulai dibangun tahun 2005 secara bertahap. Beberapa provinsi dan perusahaan menyumbang dekorasi taman. Sebut saja Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menyumbang patung kuningan "Lembuswana" yang didonasikan tahun 2011, Provinsi DI Yogyakarta mendonasikan patung perunggu dewi ilmu pengetahuan dan kreativitas "Saraswati" tahun 2009, dan patung "Garuda" oleh maskapai Garuda Indonesia tahun 2008.


Yang paling rumit adalah membangun pendopo kayu. Kayu-kayu itu dibentuk di Indonesia dan dirangkai di taman itu. Kebijakan karantina Australia yang sangat-sangat ketat membuat kayu-kayu itu sempat tertahan masuk ke Australia, belum lagi mendapatkan visa untuk para pekerja yang merakit kayu-kayu itu menjadi pendopo. Dalam situs CDU, perakitan pendopo kayu itu membutuhkan waktu sebulan oleh dua orang bersaudara bernama Denny dan Jantje dari Sulawesi.


Akhirnya, pendopo dengan ukiran patung asmat di depannya itu berhasil berdiri tahun 2008. Taman kemudian diresmikan pada 10 Desember 2009 oleh administrator NT Tom Pauling dan Dubes RI untuk Australia Primo Aloei Joelianto.


"Banyak komunitas Indonesia terlibat, pihak kampus sendiri sangat mendukung karena itu sangat berarti menjaga hubungan dengan komunitas Indonesia di sini. Saya mengajar bahasa dan sejarah Indonesia juga, dan tentu NT dan Aborigin, hubungan dengan Macassan (orang Makassar), dekat dengan Indonesia, jadi sangat masuk akal memiliki taman ini di CDU," jelas Farram.



7 views0 comments

Comments


bottom of page